Sudah dua minggu ini, anakku yang nomor 2, sedang punya hobi baru, yaitu memasak. Namanya Saladin, laki-laki, umurnya 9 tahun. Kegemarannya ...
Sudah dua minggu ini, anakku yang nomor 2, sedang punya hobi baru, yaitu memasak. Namanya Saladin, laki-laki, umurnya 9 tahun. Kegemarannya main bola, main sepeda, main game di hp dan komputer, Entah
dari mana keinginannya itu muncul. Semula berawal saat saya menanyakan, apa yang ingin dia pelajari.
Sejak saya pulang dari sebuah ceramah dengan pembicara Pak Yudi Ismayadhi, Direktur Program John Robert Power, saya dan suami mulai menuliskan capaian-capaian akhir tahun ini dan tahun depan. Kemudian saya ajak anak saya yang paling besar untuk melakukan hal yang sama. Berhubung tahun depan dia akan ujian akhir maka saya minta dia untuk menuliskan mimpinya, tempat dia melanjutkan kuliah, serta beberapa target yang dia inginkan. Maka terpapampanglah beberapa mimpi dan target capai di meja belajar, kaca rias dan beberapa tempat lainnya. Hingga akhirnya Saladin melihat tulisan di depat kaca rias ,"Satu naskah buku selesai akhir tahun 2014. Bu, kenapa nulisnya di cermin? kok sama ya dengan tulisan yang ditempel teteh di meja belajar?" Oh itu, rencana yang ingin dicapai." ujar saya. "Ah Ageng juga ingin dong bikin tulisan seperti itu." Ageng adalah nama panggilan dari Saladin. "Oh boleh. Memang AA ingin apa?" tanya saya. Bergegas dia mengambil post it (kertas berwana yang dapat ditempel) dan menulisakan beberapa kata. "Ingin bisa masak sendiri." Lalu dia berkata, "AA ingin bisa masak sendiri, biar gak merepotkan, sama nanti kalau sudah besar bisa bikin rumah makan".
Akhirnya sejak hari itu, hampir setiap hari, mulailah kelas memasak. Dimulai dari memasak telur mata sapi, telur datar, masak mie, sayur sop, hingga kue dadar. Yang pasti, semua makanan tersebut licin tandas masuk dalam perutnya, dan beberapa bahan makanan di kulkas otomatis menipis. Tapi semua terbayar dengan sebuah senyuman bahagia. "Akhirnya aku bisa masak juga ya bu. Jadi kalau lapar, aku nanti masak sendiri saja." ujarnya sambil tertawa. Tinggal ayahnya yang khawatir melihat anaknya bermain-main di dapur. Khawatir, kalau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Alhamdulillah, sudah hampir dua minggu kelas masak privat berjalan, dan semua masih dalam kendali.
Tak disangka dari sebuah tulisan kecil, berbuah keinginan untuk melakukan sesuatu.
dari mana keinginannya itu muncul. Semula berawal saat saya menanyakan, apa yang ingin dia pelajari.
Sejak saya pulang dari sebuah ceramah dengan pembicara Pak Yudi Ismayadhi, Direktur Program John Robert Power, saya dan suami mulai menuliskan capaian-capaian akhir tahun ini dan tahun depan. Kemudian saya ajak anak saya yang paling besar untuk melakukan hal yang sama. Berhubung tahun depan dia akan ujian akhir maka saya minta dia untuk menuliskan mimpinya, tempat dia melanjutkan kuliah, serta beberapa target yang dia inginkan. Maka terpapampanglah beberapa mimpi dan target capai di meja belajar, kaca rias dan beberapa tempat lainnya. Hingga akhirnya Saladin melihat tulisan di depat kaca rias ,"Satu naskah buku selesai akhir tahun 2014. Bu, kenapa nulisnya di cermin? kok sama ya dengan tulisan yang ditempel teteh di meja belajar?" Oh itu, rencana yang ingin dicapai." ujar saya. "Ah Ageng juga ingin dong bikin tulisan seperti itu." Ageng adalah nama panggilan dari Saladin. "Oh boleh. Memang AA ingin apa?" tanya saya. Bergegas dia mengambil post it (kertas berwana yang dapat ditempel) dan menulisakan beberapa kata. "Ingin bisa masak sendiri." Lalu dia berkata, "AA ingin bisa masak sendiri, biar gak merepotkan, sama nanti kalau sudah besar bisa bikin rumah makan".
Akhirnya sejak hari itu, hampir setiap hari, mulailah kelas memasak. Dimulai dari memasak telur mata sapi, telur datar, masak mie, sayur sop, hingga kue dadar. Yang pasti, semua makanan tersebut licin tandas masuk dalam perutnya, dan beberapa bahan makanan di kulkas otomatis menipis. Tapi semua terbayar dengan sebuah senyuman bahagia. "Akhirnya aku bisa masak juga ya bu. Jadi kalau lapar, aku nanti masak sendiri saja." ujarnya sambil tertawa. Tinggal ayahnya yang khawatir melihat anaknya bermain-main di dapur. Khawatir, kalau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Alhamdulillah, sudah hampir dua minggu kelas masak privat berjalan, dan semua masih dalam kendali.
Tak disangka dari sebuah tulisan kecil, berbuah keinginan untuk melakukan sesuatu.
COMMENTS